Agro Ekosistem

Saya mulai berpikir bahwa sebenarnya ketika kita bertani sama saja kita mengeksploitasi alam. Bagaimanapun juga yang namanya agroekosistem adalah ekosistem yang tidak alami, pertanian ada karena campur tangan manusia. Karena kita butuh makan sedangkan saat ini kita tidak mungkin untuk melakukan berburu dan meramu, maka mau tak mau kita harus mengeksploitasi alam untuk makan. Saya pernah bertanya ke petani tulen di daerah Sleman, Kang Kuncoro, Ia telah bertani sejak 90an dan sejak kecil sudah sering berkecimpung di dunia ini. Dan Ia mengklaim dirinya belum pernah menggunakan bahan sintetis di lahan-lahannya. Pertanyaan saya adalah, seberapa besar kita diperbolehkan untuk mengeksploitasi alam? lalu Ia menjawab "Ya sejauh kebutuhan kita sudah cukup terpenuhi".

Masalahnya kata "cukup" sangat relatif bagi masing-masing orang. Ada yang bilang cukup itu, cukup mbabat hutan untuk ditanami sawit. Ada yang bilang cukup itu, "cukup sedikit saja sawahnya, sisanya dibangun mall". Tapi ada yang bilang, "Saya bersyukur mas hasil panen cukup untuk makan satu keluarga, syukur juga kami bisa memberi makan orang lain, lahan kami yang kecil ini cukup menyenangkan". Tak ada satupun yang salah dari beberapa definisi cukup tersebut. Karena dosenku komunikasi massa pernah bilang bahwa setiap arti kata itu tidak bisa diartikan secara mentah-mentah, semuanya tergantung konteksnya. Saya setuju pernyataan itu, lalu apa makna cukup menurutmu?

Kang Kuncoro juga pernah bilang "Mau dibayar berapapun saya tidak mau memakai pestisida atau pupuk kimia, Ini cara saya bertani dan menghargai lingkungan". Ia juga menambahkan "Kalaupun hasilnya tidak sebagus petani lain, itu sudah nasib saya, saya tetap bersyukur". Ia meyakini bahwa alam sudah menyediakan    kebutuhan yang diperlukan manusia, maka kita tidak perlu lagi memodifikasi lingkungan, tinggal bagaimana cara kita mengaturnya. Ia sama sekali tidak khawatir dengan hasil panen yang tidak sebagus petani lainnya. Ia sadar ketika alam dibiarkan "berjalan sendiri" maka manusia akan memperoleh manafaatnya secara tepat. Karena memang alam sendirilah yang tau tentang dirinya, dan juga yang perlu di ingat, manusia juga bagian dari alam. Jadi jangan menjadi "sok tau" mendahului alam.

Dengan memegang prinsip tersebut, Kang Kun telah mengantisipasi dengan menyimpan hasil panenan pada masa tanam sebelumnya. Sehingga Ia masih memiliki cadangan makanan. Lalu suatu saat Ia juga akan mendapat hasil panen yang bagus, karena memang demikian alam mengatur. Bukan karena hanya sekedar sebuah keyakinan, tapi Ia sudah pernah sering mengalami hasil panen yang baik dan tidak baik. Jadi jangan khawatir dengan hasil panen yang tidak sebagus petani lain saat ini, suatu saat alam akan memberikan yang lebih baik.

Itu adalah sebagian kecil dari petani-petani kita. Kita semua sudah tau mainstrem di kalangan petani. Ya setidaknya masih ada petani yang memikirkan tentang alam.

Mungkin seharusnya petani memiliki pengetahuan yang lebih tentang lingkungan. Karena bermain dengan pertanian sama saja bermain dengan alam, maka kalau tidak tahu tentang alam sama saja mempermainkan alam. Namun masalahnya banyak petani yang tidak dapat mengakses pengetahuan tersebut, selain karena  tingkat pendidikan juga karena usia mereka yang rata-rata simbah-simbah.

Usia produktif dan tingkat pengetahuan yang tinggi justru berada di kota. Ada beberapa komunitas yang saat ini melihat masalah itu lalu mengembangkan urban farming, seperti Indonesia Berkebun. Mereka menilai pemahaman tentang lingkungan yang diketahui oleh orang-rang kota harus di aplikasikan. Salah satunya dengan menyedikan makanan sehat dengan menanamnya sendiri di sekitar rumah.

Pengalaman-pengalaman tersebut membuat saya ingin berbuat sesuatu untuk alam. Meskipun belum sepenuhnya konsisten. Tetapi saya selalu berusaha. Dan saya pernah ditanya oleh adik angkatan "Mas kamu pecinta alam ya?". Langsung saya jawab "Bukan, saya pecinta wanita....." :D

Comments