Mengenal Sungai

Mentari masih menyengat tajam, membuat peluh bercucuran, segelas es teh pun nampaknya belum mampu menghapus dahaga. Setelah rolasan, lima bocah datang menghampiri kolam renang yang tadinya bekas kolam lele. Kolam itu terbuat dari tumpukan batako yang disemen, kini dasarnya diberi porselen dan temboknya dicat biru muda sepadan dengan warna dasarannya sehingga menyerupai kolam renang. Hanya berukuran lima kali tiga meter, setiap hari bocah-bocah nyebur dan bermain disana. Mereka dikenakan biaya seribu rupiah untuk bermain di kolam tersebut, meskipun bayaran itu tidak wajib dan tidak ada penjaga kolam sehingga sebenarnya mereka bebas bermain disana. Beberapa bocah yang datang kena marah orang tuanya karena sering bermain di kolam itu, waktu saya tanyakan mengapa tidak ikut nyebur, Ia menjawab “ndak mengko diseneni ibuku je…

Setelah sampai kolam renang, kelima bocah tersebut melihat air di dalam kolam renang yang ternyata kotor tidak sejernih kemarin. Tembok kolam setinggi tubuh mereka, sehingga perlu naik tangga kolam atau harus jinjit untuk melihat air di dalamnya. Mereka kecewa karena airnya kotor, dengan sedikit berunding akhirnya mereka melepas pakainnya dan nyebur di kolam. Saya sedikit menyindir mereka “Le yen kolam e reget mbok di saponi, yen isih reget di pel sisan.” Teman saya tertawa geli mendengar ucapan saya tetapi mereka masih berpikir dan berkata “Piye carane le nyaponi mas nek neng kolam kaya ngene?” Saya sendiri sedang berkebun dengan beberapa teman sambil mengamati tingkah polah mereka.

Sesekali tangan mereka nggrathil buah mangga yang masih penthil di samping kolam. Mereka saling lempar mangga tersebut. Sesekali pula melempar ke arah kami yang nggarapi mereka. Satu teman saya bahkan menjaring kepala seorang bocah diantara mereka dengan jaring yang biasa digunakan untuk membersihkan kolam renang. Betapa senangnya mereka bermain-main air di kolam renang bekas kolam lele. Mereka berlomba renang, melompat ke kolam siapa yang paling jauh hingga berlari di dalam air.

Anak yang paling bandel bercelana hijau tua, Ia selalu ingin menang sendiri, jika terusik oleh temannya keluar kata-kata “gathel” dan jika memanggil teman-temannya dengan kata “cuk”. Kata-kata tersebut notebene dari Jawa Timur, puluhan kilometer asalnya dari kolam itu. Entah dari mana bocah itu mendapat kata-kata tersebut. Mungkin dari sebuah media. Saya sendiri saat ini sedang gandrung dengan bahasa ngapak karena melihat sebuah akun twitter yang melestarikan budaya tersebut #FYI. Media memang sangat efektif dalam membentuk budaya ataupun untuk menyeting kebiasaan masyarakat termasuk anak kecil.

Kata pemilik kolam, dulu waktu masih di isi lele waktu panen banyak anak kecil yang nyebur di kolam dan berlama-lama disana. Karena banyak anak-anak kecil yang menanyakan kapan dikuras lagi kolamnya, pemilik kolam akhirnya menyulap kolam lele menjadi kolam renang. Sebelum ada kolam renang pun anak-anak setiap hari bermain disana, karena disana memang tempat bermain, terdapat ayunan, jungkat-jungkit, dll. Tempat bermainnya bersebelahan dengan farmland sebuah komunitas berkebun yang juga di kelola oleh pemilik kolam. Tempat tersebut semakin ramai dikunjungi anak-anak sejak adanya kolam renang.

Mereka tak mengenal sungai, mereka adalah bocah-bocah yang tinggal di daerah Piyungan, Bantul. Sungai dan kalen terdekat lebih tepat disebut sebagai tempat sampah. Ketika saya masih SD berenang bisa di kali Gajah Wong, bahkan dahulu saya dan teman-teman membuat tempat penyimpanan baju khusus untuk berenang di batuan padas agar ketika pulang kerumah bisa memakai baju yang kering dan tidak di marahi oleh orang tua. Sampai segitunya bermain-main di sungai, karena sungai pada saat itu masih jernih airnya sehingga kita tidak segan-segan bermain disana. Sungai (kali) tempat saya bermain adalah kali Gajah Wong dan Kali Opak, dimana keduanya dulu masih dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Saat ini tampaknya mitos-mitos di kali tersebut sudah tidak dipakai orang tua untuk menakut-nakuti anaknya agar tidak bermain di sungai. Ya karena memang tidak ada lagi anak-anak yang bermain disana.

Comments