Fakultas Sawit


Palm oil and rainforest at the edges of the Tanah Merah project, 2017. By Nanang Sujana via thegeckoproject.org

Para pecinta alam tampaknya harus siap-siap membuat fakultas tandingan. Karena belakangan Jokowi menginginkan adanya fakultas sawit dan fakultas kopi. Para pecinta alam menyakini adanya fakultas tersebut kelak hanya akan menambah kerusakan alam. Untuk kopi, para pecinta alam tidak perlu khawatir karena selain tren pasar yang menyaratkan ramah lingkungan juga ada lembaga kopi spesialti yang memberikan ketentuan tentang kebun kopi itu harus ramah lingkungan. Pada industri sawit sebenarnya juga ada lembaga yang mengawasi urusan pelestarian lingkungan. Namun seperti yang telah kita ketahui kalau sawit adalah musuh besar bagi pecinta alam. Meskipun mahasiswa pecinta alam kalau lulus banyak juga yang bekerja di industri sawit. Ya namanya butuh uang untuk hidup, dalam hal ini beberapa Mapala punya kemampuan melupakan masa lalu.

Nah, keinginan Jokowi itu tidak bisa tidak dikritisi oleh pecinta alam. Ingat ya, yang dikritisi fakultas sawit yang digagas Jokowi bukan Jokowinya. Tetapi orang bilang kalau hanya mengkritisi tanpa aksi itu gampang dicari kelemahannya. Kadang berniat mengkritik karena menggunakan hak berpendapat eh malah diserang balik “lha kamu sudah mengerjakan apa?.” Maka dari itu harus diusulkan fakultas tandingan kepada perguruan tinggi agar sawit tidak merusak lingkungan. Dengan demikian, walau belum melakukan aksi, kelak akan ada wacana untuk solusi permasalahan tersebut. Berikut ini beberapa fakultas yang bisa menjadi tandingan fakultas sawit :

Fakultas Diet Gorengan. Harus diakui bahwa kita semua (termasuk pecinta alam) belum bisa lepas dari gorengan. Bahkan sebagian besar makanan nusantara dimasak dengan cara digoreng. Permasalahannya minyak goreng yang digunakan adalah minyak kelapa sawit. Mana ada jaman sekarang yang menggoreng menggunakan minyak kelapa? Sepertinya itu cuma ada di film-film dokumenter saja. Fakultas ini akan menyediakan lulusan yang tidak doyan gorengan. Jadi mereka tidak perlu membeli minyak kelapa sawit untuk menggoreng makanannya. Jika banyak orang yang mendafar kuliah disini akan berdampak pada berkurangnya penjualan minyak kelapa sawit. Selain itu, di fakultas ini juga diajarkan untuk tidak memakan produk cemilan yang menggunakan kelapa sawit seperti roti yang diputer, dijilat, terus dicelupin.

Fakultas Cantik Apa Adanya. Selain menghasilkan minyak untuk menggoreng makanan, sawit adalah bahan baku dalam produk kosmetik, kesehatan, dan kebersihan. Di kampus ini akan diajarkan cara hidup seperti suku-suku asli di Indonesia. Karena mereka bisa hidup tanpa produk yang dihasilkan oleh pabrik modern, setidaknya itu yang bisa kita lihat di film dokumenter. Para mahasiswanya akan mandi menggunakan dedaunan, rumput liar, dan lumpur. Mereka juga diajarkan membuat parfum dari berbagai macam bunga dan tanaman. Fakultas ini akan bekerjasama dengan kerajaan yang masih aktif di Indonesia untuk membocorkan ramuan obat dan kecantikan dari para raja dan ratunya. Para mahasiswa dilarang menggunakan istilah “cuma pakai shampo” di fakultas ini.

Fakultas Pedagang Kaki Lima dan Kelontong. Setelah dipikir-pikir ternyata jika produk sawit tidak laku maka akan banyak pedagang kecil yang gulung tikar. Fakultas ini menerima mahasiswa dari para tukang gorengan, pedagang sabun mandi dan sabun cuci untuk berpindah profesi agar tidak menjual produk sawit. Ada kemungkinan fakultas ini bisa digabung dengan fakultas online shopnya Jokowi. Sehingga produk mereka bisa viral dan laris manis karena diajari membuat meme.

Fakultas Alat Transportasi Tanpa Minyak. Belajar di fakultas ini tidak hanya belajar membuat mobil buatan dalam negeri seperti buatan anak SMK. Mahasiswanya juga meneliti agar mobil yang dibuat tidak membutuhkan minyak karena sawit bisa diolah menjadi biofuel sebagai bahan bakar tersebut. Walaupun dianggap bahan bakar alternatif menggunakan biofuel sama saja mendukung sawit which is merusak alam. Jadi fakultas ini inshaAlloh akan menghasilkan sarjana yang bisa membuat alat transportasi tanpa minyak dari sawit sekaligus minyak dari fosil, itulah kelebihannya.

Fakultas Bahasa Orang Utan, Bahasa Tumbuhan dan Sastra Hutan. Di kampus ini mahasiswanya tidak dibatasi masa studinya karena mempelajari bahasa selain bahasa manusia itu sulit. Ini adalah upaya kampus mendukung gerakan memperhatikan kesehatan mental. Sarjana lulusan kampus ini akan mengadvokasi orang utan, tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya untuk menyuarakan apakah mereka mau digusur atau tidak. Apakah lembah, sungai, dan gunung mau diubah bentuknya. Untuk itu kita perlu memahami sastra hutan yang melindungi kelokan sungai tetap utuh, lembah dan gunung tetap sejuk. Selama ini para pengusaha sawit asal membabat habis bahkan membakar hutan tetapi tidak pernah tahu keluhan mereka. Lulusan ini juga akan mengusulkan produk hukum yang memungkinkan hewan, tumbuhan, sungai, gunung, dll bisa menggugat pengusaha sawit ke pengadilan.

Selain beberapa fakultas diatas, sebenarnya masih banyak fakultas tandingan yang bisa diusulkan kepada perguruan tinggi. Tetapi jika semua itu tanpa persetujuan dari DIKTI maka semua itu akan berakhir percuma. Atau sebaiknya mengubah cara pandang dalam menyikapi keinginan Jokowi tersebut. Bahwa gagasan pendirian fakultas sawit adalah sebuah kabar gembira. Jika ada perguruan tinggi yang membuat fakultas tersebut tentu akan tercipta sumberdaya manusia yang fokus pada komoditas tersebut. Artinya akan ada pemikir-pemikir kritis yang siap meladeni kritik pedas dari pecinta alam. Mereka akan memikirkan bagaimana bisa menghasilkan sawit yang melimpah tanpa merusak alam.

Mungkin saja Jokowi dengan pernyataannya tersebut bisa menjadi blunder. Karena para ilmuwan dengan kode etik profesinya seharusnya tidak menghianati ilmu yang sudah didapatkannya dengan merusak alam. Jadi pecinta alam tidak perlu khawatir jika nanti industri kelapa sawit didukung oleh perguruan tinggi akan membuat alam semakin rusak. Karena pendidikan tinggi sejatinya didirikan untuk melindungi alam dan penghuninya.

Bantul, 23 November 2018
Sanna Sanata

Comments